BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
ISBD bukanlah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, melainkan
hanyalah suatu pengetahuan mengenai aspek-aspek yang paling dasar yang ada
dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya, dan masalah-masalah
yang terwujud daripadanya. Memberikan landasan dan wawasan yang luas, serta
menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif
untuk memahami keragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat selaku individu dan makhluk sosial yang beradab serta bertanggung jawab terhadap
sumber daya dan lingkungannya.
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan
keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang
dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama
yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi
manusia. Kesetaraan
dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya
pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme
kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya
prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata.
Kebudayaann
Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan Indonesia yang telah
ada sebelum terbentuknya negara Indonesia pada tahun 1945. Keberagaman
menjamin kehormatan antarmanusia di atas perbedaan,
dari seluruh prinsip ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia, baik ilmu
ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Pancasila yang digali dan dirumuskan
para pendiri bangsa ini adalah sebuah rasionalitas yang telah teruji. Pancasila
adalah rasionalitas kita sebagai sebuah bangsa yang majemuk, yang multi agama,
multi bahasa, multi budaya, dan multi ras yang bernama Indonesia.
B.
Rumusan
masalah
Untuk membahas tentang persatuan Indonesia dengan
mengangkat tema kemajemukan budaya di Indonesia terdapat rumusan masalah
sebagai berikut;
1. Makna apa
yang terdapat dalam keragaman dan kesetaraan manusia?
2. Bagaimana
Kemajemukan dalam dinamika sosial budaya?
3. Apa saja
yang terjadi dalam kemajemukan dan kesetaraan sosial budaya bangsa?
4. Apakah
muncul konflik dengan adanya keanekaragaman budaya Indonesia?
5. Solusi apa
yang diberikan Pancasila terhadap konflik keanekaragaman budaya?
6. Bagaimana
keadaan budaya Indonesia saat ini?
C. Tujuan dan manfaat penulisan
Penulis
dan pembaca pada khususnya dapat menghayati dan mengamalkan sila persatuan
Indonesia ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saling hormat dan
menghormati dan menghargai keberagaman disekitarnya. Meyakini bahwa semboyan
bhineka tunggal ika merupakan suatu hal yang nyata. Dan itu pasti adanya,
karena di mana pun kita tinggal, dengan baahasa apa kita bicara, agama apa yang
kita anut, dan adat yang kita pakai.
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan
pembaca tentang manusia dalam pandangan islam dan untuk membuat kita lebih
memahami manusia dalam konsep dan penciptaannya dalam islam.
D. Metode Penulisan
Penulis memakai metode studi
literatur dan kepustakaan dalam penulisan makalah ini. Referensi makalah ini
bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain seperti
e-book dan perangkat media massa yang diambil dari internet.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun menjadi empat
bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan, kesimpulan dan bab penutup. Adapun
bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan dan
manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab
pembahasan dibagi berdasarkan subbab yang berkaitan dengan Ilmu Sosial Budaya
Dasar. Ketiga bab kesimpulan. Dan keempat bab penutup.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT KERAGAMAN DAN KESETARAAN MANUSIA
1. Makna
Keragaman Manusia
Keragaman berasal dari kata ragam.
Keragaman menunjukkan adanya banyak macam, banyak jenis. Keragaman manusia
dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena
manusia adalah makhluk individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas
tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya
sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat.
Selain makhluk individu, manusia
juga makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan hidup. Tiap kelompok
persekutuan hidup juga beragam. Masyarakat sebagai persekutuan hidup itu
berbeda dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam ras, suku, agama,
budaya, ekonomi, status sosial, jenis kelamin, jenis tempat tinggal. Hal-hal
demikian dikatakan sebagai unsur-unsur yang membentuk keragaman dalam
masyarakat. Keragaman individual maupun sosial adalah implikasi dari kedudukan
manusia,baik sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
2. Makna
Kesetaraan Manusia
Kesetaraan berasal dari kata setara
atau sederajat. Kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan yang
sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara
satu sama lain.
Kesetaraan manusia bermakna bahwa
manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Semua
manusia diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan
tinggi derajatnya dibanding makhluk lain. Di hadapan Tuhan, semua manusia sama
derajatnya,kedudukan atau tingkatannya. Yang membedakan adalah tingkat
ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.
Kesetaraan atau kesederajatan tidak
sekedar bermakna adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu
sikap mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban
sebagai sesama manusia.
B. KEMAJEMUKAN DALAM DINAMIKA SOSIAL BUDAYA
Keragaman yang terdapat dalam lingkungan sosial manusia
melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak
ragam,beraneka,berjenis-jenis. Konsep masyarakat majemuk (plural society)
pertama kali dikenalkan oleh Furnivall tahun 1948 yang mengatakan bahwa ciri
utama masyarakatnya adalah berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan
secara fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam sebuah
satuan politik. Konsep ini merujuk pada masyarakat Indonesia masa kolonial.
Masyarakat Hindia Belanda waktu itu dalam pengelompokkan komunitasnya didasarkan
atas ras,etnik,ekonomi,dan agama.
Usman Pelly (1989) mengategorikan masyarakat majemuk
disuatu kota berdasarkan dua hal,yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan
vertikal.
Secara
Horizontal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan :
1. Etnik dan
rasa tau asal usul keturunan.
2. Bahasa
daerah
3. Adat
istiadat atau perilaku
4. Agama
5. Pakaian,
makanan, dan budaya material lainnya.
Secara
Vertikal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan :
1. Penghasilan
atau ekonomi
2. Pendidikan
3. Pemukiman
4. Pekerjaan
5. Kedudukan
sosial politik.
Keragaman atau kemajemukan
masyarakat terjadi karena unsur-unsur seperti
ras,etnik,agama,pekerjaan,penghasilan,pendidikan,dan sebagainya.
1. Ras
Kata ras berasal dari bahasa Prancis
dan Italia, yaitu razza. Pertama kali istilah ras diperkenalkan Franqois
Bernier,antropolog Prancis, untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan
manusia berdasarkan ketegori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah.
Berdasarkan karakteristik biologis, pada umumnya
manusia dikelompokkan dalam berbagai ras. Manusia dibedakan menurut bentuk
wajah,rambut,tinggi badan, dan karakteristik fisik lainnya. Jadi, ras adalah
perbedaan manusia menurut atau berdasarkan cirri fisik biologis.
Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19,
para ahli biologi membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok,yaitu
Kaukasoid,Negroid,dan Mongoloid. Sedangkan Koentjaraningrat (1990) membagi ras
dunia ini dalam 10 kelompok,yaitu Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, Australoid,
Polynesia, Melanisia, Micronesia, Ainu, Dravida, dan Bushmen. Orang-orang yang
tersebar di wilayah Indonesia termasuk dalam rumpun berbagai ras. Orang-orang
Indonesia bagian barat termasuk dalam ras Mongoloid Melayu, sedangkan
orang-orang yang tinggal di Papua termasuk ras Melanesia.
2. Etnik atau Suku
Bangsa
Koentjaraningrat (1990) menyatakan
suku bangsa sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup manusia yang memiliki
sistem interaksi, yang ada karena kontinuitas dan rasa identitas yang
mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
F. Baart (1988) menyatakan etnik
adalah suatu kelompok masyarakat yang sebagian besar secara biologis mampu
berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai budaya sama dan sadar akan
kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan
interaksi sendiri, dan menentukan sendiri ciri kelompok yang diterima kelompok
lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Identitas kesukubangsaan antara lain
dapat dilihat dari unsur-unsur suku bangsa bawaan (etnictraits). Ciri-ciri
tersebut meliputi natalitas (kelahira) atau hubungan darah,kesamaan
bahasa,kesamaan adat istiadat,kesamaan kepercayaan (religi),kesamaan
mitologi,kesamaan totemisme.
Jumlah etnik atau suku bangsa di
Indonesia ada 400 buah. Klasifikasi dari suku bangsa di Indonesia biasanya
didasarkan sistem lingkaran hukum adat. Van Vollenhoven mengemukakan adanya 19
lingkaran hukum adat (Koentjaraningrat,1990). Jadi berdasarkan klasifikasi
etnik secara nasional, bangsa Indonesia adalah heterogen.
C. KEMAJEMUKAN DAN KESETARAAN SEBAGAI KEKAYAAN SOSIAL
BUDAYA BANGSA
1.
Kemajemukan
sebagai kekayaan Bangsa Indonesia
Kemajemukan bangsa terutama karena
adanya kemajemukan etnik, disebut juga suku bangsa. Ada juga keragaman dalam
hal ras,agama,golongan,tingkat ekonomi, dan gender. Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang multikultural artinya memiliki banyak budaya.
Hampir setiap pulau-pulau besar di
Indonesia memiliki etnik yang lebih dari satu. Di Papua ditemukan kurang lebih
30 suku. Suku-suku di Papua tersebut antara lain suku Biak, Hattam, Mapia,
Dani, Asmat, Mamberamo, dan suku Sentani. Beberapa suku merupakan suku
mayoritas,seperti suku Jawa di pulau Jawa dan suku minoritas seperti suku Badui
di Jawa Barat dan suku Kubu di Jambi.
Etnik atau suku merupakan identitas sosial
budaya seseorang. Artinya, identifikasi seseorang dapat dikenali dari bahasa,
tradisi, budaya, kepercayaan, dan pranata yang dijalani yang bersumber dari
etnik darimana ia berasal. Tetapi, dalam perkembangan berikutnya, identitas sosial
budaya seseorang tidak semata-mata ditentukan dari etniknya. Identitas
seseorang mungkin ditentukan dari golongan ekonomi, status sosial, tingkat
pendidikan, profesinya. Identitas etnik lama-kelamaan bisa hilang, misalnya
karena adanya perkawinan campur dan mobilitas yang tinggi.
Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang plural. Plural artinya jamak, banyak ragam, atau majemuk.
Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah suatu kenyataan atau fakta yang justru
kita terima sebagai kekayaan sosial budaya bangsa.
Kesadaran akan kemajemukan bangsa
tersebut sesungguhnya sudah tercermin dengan baik melalui semboyan bangsa kita,
yaitu Bhineka Tunggal Ika. Bhineka artinya aneka,berbeda-beda,banyak ragam.
Tunggal Ika menunjukkan semangat akan perlunya persatuan dari keanekaragaman
tersebut. Bhineka adalah kenyataan (das sein) sedang Ika adalah keinginan (das
sollen). Kemajemukan adalah karakteristik sosial budaya Indonesia. Selain
kemajemukan, karakteristik Indonesia yang lain adalah :
1.
Jumlah penduduk yang besar
2.
Wilayah yang luas
3.
Posisi silang
4.
Kekayaan alam dan daerah tropis
5.
Jumlah pulau yang banyak
6.
Persebaran pulau
2. Kesetaraan Sebagai Warga Bangsa Indonesia
Pengakuan akan prinsip kesetaraan
dan kesederajatan itu secara yuridis diakui dan dijamin oleh Negara melalui UUD
1945. Warga Negara tanpa dilihat perbedaan ras, suku, agama dan budayanya
diperlakukan sama dan memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945.
Persamaan di bidang politik misalnya
memperoleh kesempatan sama untuk warga Negara memilih dan dipilih,berkesempatan
untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik Negara.
Persamaan di depan hukum atau equality
before of law mengharuskan setiap warga Negara diperlakukan sama dan adil.
Prinsip persamaan warga negara di depan hukum atau equality before of law
adalah jaminan atas harkat dan martabatnya sebagai manusia. Hukum bertujuan
untuk menegakkan keadilan dan ketertiban.
Persamaan di bidang ekonomi adalah
setiap warga negara mendapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan
kesejahteraan ekonomi.Warga negara yang kurang mampu, negara wajib memberikan
bantuan agar bisa hidup sejahtera. Demokrasi ekonomi mengharapakan distribusi
yang adil dalam hal pendapatan dan kekayaan.
Persamaan di bidang sosial budaya
itu meliputi bidang agama, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, seni dan iptek.
Persamaan warga negara di bidang sosial budaya berarti warga negara memiliki
kesempatan, hak dari pemerintah. Negara tidak membeda-bedakan kelas sosial,
status sosial, ras, suku, dan agama dalam memberikan pelayanan.
Dengan demikian, secara yuridis
maupun politis, segala warga negara memiliki persamaan kedudukan, baik dalam
bidang politik, hokum, pemerintahan, ekonomi, dan sosial. Negara tidak boleh
membeda-bedakan kedudukan warga negara tersebut terutama dalam hal kesempatan.
Kesempatan yang sama bagi semua warga negara tersebut dalam berbagai bidang
kehidupan berlaku tanpa membedakan unsur-unsur primodial dari warga negara itu
sendiri. Primodial artinya hal-hal yang berkaitan dengan asal atau awal
seseorang, misalnya suku, agama, ras, kelompok, sejarah.
D. PROBLEMATIKA KERAGAMAN DAN KESETARAAN SERTA SOLUSINYA
DALAM KEHIDUPAN
1.
Problematika
Keragaman Serta Solusinya Dalam Kehidupan
Keragaman masyarakat adalah suatu
kenyataan sekaligus kekayaan dari bangsa.
Van De Berghe menjelaskan bahwa
masyarakat majemuk atau masyarakat yang beragam selalu memiliki sifat-sifat
dasar sebagai berikut :
a. Terjadinya
segmentasi ke dalam kelompok yang sering kali memiliki kebudayaan yang berbeda.
b. Memiliki
struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer.
c. Kurang
mengembangkan consensus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial
yang bersifa dasar.
d. Secara
relative, sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang
lain.
e. Secara
relative, integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan di
dalam bidang ekonomi.
f. Adanya
dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Keragaman budaya daerah memang
memperkaya khazanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun
Indonesia yang multikultural. Tetapi, kondisi aneka budaya itu sangat
berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan
sosial.
Konflik atau pertentangan sebenarnya
terdiri atas dua fase, yaitu fase disharmoni dan fase disintegrasi. Disharmoni
menunjuk pada adanya perbedaan tentang tujuan, nilai, norma, dan tindakan
antarkelompok. Disintegrasi merupakan fase dimana sudah tidak dapat lagi
disatukan pandangan, nilai, norma, dan tindakan kelompok yang menyebabkan
pertentangan antar kelompok.
Salah satu hal penting dalam
meningkatkan pemahaman antarbudaya dan masyarakat ini adalah sedapat mungkin
dihilangkan penyakit-penyakit budaya. Penyakit budaya tersebut adalah
etnosentrisme stereotip, prasangka, rasisme, diskriminasi, dan scape goating.
Etnosentrisme atau sikap etnosentris
diartikan sebagai suatu kecenderungan yang melihat nilai atu norma kebudayaan
sendiri sebagai suatu yang mutlak sereta menggunakannya sebagai tolok ukur
kebudayaan lain. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk menetapkan semua
norma dan nilai budaya orang lain dengan standar budayanya sendiri.
Stereotip adalah pemberian tertentu
terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif. Pemberian
sifat itu bisa positif maupun negatif. Allan G Johnson menegaskan bahwa
stereotip adalah keyakinan seseorang untuk menggeneralisasikan sifat-sifat
tertentu yang cenderung negatif tentang orang lain karena dipengaruhi oelh
pengetahuan dan pengalaman tertentu. Keyakinan ini menimbulkan penilaian yang
cenderung negatif atau bahkan merendahkan kelompok lain. Yang termasuk
problematika yang perlu diatasi adalah stereotip yang negatif atau memandang
rendah kelompok lain. Konsep stereotip ini dalam bentuk lain disebut stigma
atau cacat. Stigmatisasi oleh sekelompok orang kepada kelompok lain cenderung
negatif.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk
memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari keragaman,
yaitu :
1.
Semangat religious
2.
Semangat nasionalisme
3.
Semangat pluralisme
4.
Semangat humanism
5.
Dialaog antar umat beragama
6.
Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun
konfigurasi hubungan antaragama, media massa, dan harmonisasi dunia.
2. Problem Kesetaraan serta Solusinya dalam Kehidupan
Kesederajatan atau kesetaraan adalah
suatu sikap untuk mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban sebagai
sesame manusia. Indikator kesedarajatan adalah sebagai berikut :
a.
Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku
bangsa, ras, gender, dan golongan
b.
Adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan,
dan kehidupan yang layak.
c.
Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan,
individu, dan anggota masyarakat.
Problema yang terjadi dalam
kehidupan, umumnya adalah munculnya sikap dan perilaku untuk tidak mengakui
adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban anatr manusia atau antar warga.
Perilaku yang membeda-bedakan orang disebut diskriminasi.
Faktor penyebab diskriminasi adalah;
1. Persaingan
yang ketat dalam kehidupan, permasalahan ekonomi, tekanan dan intimidasi.
2. Ketidak
berdayaan golongan miskin.
Penghapusan diskriminasi dilakukan
melalui pembuatan peraturan perundang-undangan yang anti diskriminitif serta
pengimplementasiannya di lapangan. Contohnya adalah Undang-undang No. 7 Tahun
1984 tentang Ratifikasi atas Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala
Bentuk Dikriminasi Terhadap Perempuan. Contoh lain adalah dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 yang merupakan ratifikasi
atau Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Rasial.
Pada tataran operasional, upaya
mewujudkan persamaan di depan hokum dan penghapusan diskriminasi rasial antara
lain ditandai dengan penghapusan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia
(SBKRI) melalui Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1996 dan Instruksi Presiden No.
4 Tahun 1999.
Untuk mencegah terjadinya perilaku
diskriminatif dalam rumah tangga, antara lain telah ditetapkan Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia
memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu
yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama
ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen,
dan hasrat.
2.
Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat.
Kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan
yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain.
3.
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai
makhluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Semua manusia
diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi
derajatnya dibanding makhluk lain. Di hadapan Tuhan, semua manusia sama
derajatnya,kedudukan atau tingkatannya. Yang membedakan adalah tingkat
ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.
Daftar Pustaka
Drs. Herimanto, M.Pd., M. Si.,
Winarno,S.Pd.M.Si..2008.”Ilmu Sosial dan Budaya Dasar”.Jakarta: PT Bumi Aksara
Dr.Elly M.Setiadi,M.Si dkk.2012.”Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar”. Jakarta: Prenada Media Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar